Rabu, 09 Mei 2012

Halaman 33




1.      Tiga pendekatan dalam menanggapi perkembangan teknologi komunikasi menurut Anthony G. Wilhelm
a.       Dystopian
Aliran ini sangat berhati-hati dan kritis terhadap penerapan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Karena dampak dari teknologi sangat besar terutama dalam hubungan sosial dan politik manusia. Dengan adanya teknologi, pemusnahan ruang-ruang publik seperti ketika kita berkumpul untuk berbagi informasi, kini bisa dilakukan dengan sms atau telpon. Aliran ini beranggapan bahwa pertemuan tatap muka lebih alamiah, karena sifatnya yang tidak abstrak.
b.      Neo-Futuris
Baik kehidupan sosial maupun politik digantungkan dengan alat-alat teknologi menurut aliran ini. Semua teknologi baru akan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat neo-futuris. Ketidaksiapan masyarakat dalam menerima teknologi akan berdampak buruk dalam perilaku penggunaan teknologi, oleh karena itu manusia harus terus menerus memperbaiki dan berpikir ulang mengenai tujuan sosialnya.
c.       Tekno Realis
Aliran ini sebagai penengah aliram Dystopian dan Neo-Futuris baik dalam penerapan teknologinya juga dampak-dampak pada masyarakat. Aliran ini bersifat kritis terhadap teknologi namun nilai-nilai kemanusiaan juga ditekankan. Teknologi mempunyai manfaat praktis yang bisa dimanfaatkan secara optimal tanpa harus melawan nilai-nilai kemanusiaan yang sudah ada dalam masyarakat. Seperti teknologi yang berdampak pada pengacauan hubungan sosial, itu dikurangi.

2.      Istilah-istilah yang sering digunakan oleh para pakar ilmu-ilmu sosial yang menunjukkan perkembangan fase masyarakat informasi
·         Menurut Daniel Bell istilah yang digunakan adalah “Post-Industrial”
·         Menurut Alfin Toffler istilah yang dipakai adalah “Masyarakat Gelombang ke Tiga”
·         George Lichtein menggunakan istilah “Post-bourgeois”
·         Ralph Dahrendorf  menggunakan istilah “Post Capitalism”
·         Amitai Etzioni menggunakan istilah “Post-modern”
·         Kenneth Boulding memakai istilah “Post-civilized”

3.      Istilah Johoka Shakai dipakai oleh bangsa Jepang untuk mengartikan masyarakat informasi
Johoka Shakai adalah istilah yang dipakai untuk menyebut masyarakat Informasi dimana masyarakat itu menunjukkan sebuah kematangan yang ditandai dengan kemakmuran dan kebudayaan pasca industri sangat bergantung pada teknologi-teknologi informasi (ito, 1980)
Masyarakat informasi di Jepang sangat menghargai informasi dan juga bahan mentah yang mendasari setiap kegiatan ekonomi, industri, dan perkemangan sosial (Tanaka, 1978)
4.      Gambaran masyarakat informasi di Jepang
Di awal tahun 1970 di Jepang, masyarakat informasi telah diletakkan dengan baik sehingga meningkatkan kepekaan terhadap kalangan bisnis, intelektual dan cara pandang masyarakat Jepang untuk mengembangkan masa depan dengan menggunakan nilai teknologi dan produk informasi. Antara tahun 1960-1970 terjadi lekadan informasi yang tidak berimbang dengan pasokan informasi meningkat lebih besar dibanding konsumsi informasi.


5.      Bangsa indonesia sedang dalam proses untuk masuk dalam kategori masyarakat informasi. Sebagian kecil masyarakat Indonesia mampu membuat informasi dan menyebarkannya. Sedangkan masyarakat kita merupakan masyarakat yang pasif yang hanya menjadi konsumen informasi, di mana mereka sangat menerapkan teori Uses and Gratification. Mereka memilih informasi yang akan mereka dapatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan juga kepuasan akan informasi.
Menurut pandangan saya, ketidaksiapan mental masyarakat indonesia dalam menerima perkembangan teknologi yang pesat adalah faktor besar yang membuat sebagian besar masyarakat kita hanya menjadi masyarakat yang pasif, yang hanya mau dan mampu menjadi masyarakat konsumen informasi. Bukan masyarakat informasi yang sesungguhnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar